Sistem Drainase Sumur Resapan – Part II
Pembahasan mengenai desain dan perencanaan sumur resapan untuk kawasan perumahan wilayah perkotaan.
Pada postingan saya yang sebelumnya saya sudah mengenalkan tentang sistem drainase sumur resapan. Seperti yang sudah saya janjikan diakhir artikel tersebut, pada postingan sistem drainase sumur resapan bagian II kali ini saya akan menunjukkan pada anda tentang berapa volume air yang hilang akibat proses pembangunan kawasan perumahan dan sarana publik lainnya seperti jalan raya. Prinsip-prinsip dalam dunia konstruksi biasanya mengalami kontradiksi dengan konservasi sumber daya air, contohnya pada proses pembangunan jalan raya.. Lapisan Surface/Pavement pada jalan raya dibuat dengan tujuan agar air dari luar permukaan langsung dialirkan ke saluran drainase disisi kiri dan kanan jalan sehingga tidak masuk ke dalam struktur perkerasan jalan dibawah pavement.
Akibatnya pada musim hujan, air dalam volume yang besar tidak diresapkan kedalam tanah dan langsung dibuang/dilimpaskan ke daerah limpasan. Akibatnya, pada musim hujan akan terjadi masalah banjir di daerah-daerah limpasan dan pada musim kemarau, daerah potensial tadahan air menjadi kekurangan air karena air yg harusnya disimpan sebagai cadangan pada musim hujan langsung dilimpaskan begitu saja. Tanpa banyak berbasa-basi saya akan langsung menunjukkan bagaimana sumber daya air yang seharusnya begitu berharga malah berbalik menjadi sumber masalah yang rutin terjadi..
1. Kehilangan Air Akibat Konstruksi Rumah Tinggal
(Gbr 1 : Denah bangunan rumah tinggal )
Dari gambar diatas diketahui Panjang : 15,00 m dan lebar 10, 00 m.
Luas Bangunan : 10 m x 15 m –> A = 150 m2
Jika Tanah seluas 150 m2 dibebani hujan dengan intensitas (I) : 180 mm/hr , maka jumlah air hujan yang hilang akibat lahan yang tertutup bangunan adalah sebesar:
I = 180 mm/hr
I = 0.18/(24 x 60)
I = 0.000125 m/jam
Jumlah (Volume) air hujan yang hilang sebesar:
V = 0.000125 x 150
V = 0.01875 m3
Jika dalam 1 kawasan hunian terdapat 1000 rumah, maka Volume air yang berpotensi untuk hilang akibat lahan yang tertutup oleh bangunan adalah sebesar :
V lost = 0.01875 m3 x 1000
V lost = 18,75 m3
V lost = 18.750 liter
Kalau diasumsikan hujan terjadi selama 10 jam, maka volume air yang hilang adalah sebesar :
V lost = 18.750 liter x 10
V lost = 187.500 liter
Sekarang coba kita asumsikan jika hujan tersebut terjadi diaerah (yang seharusnya menjadi daerah ) imbuhan air hujan seperti misalnya kota Bogor.
Dari data didapatkan luas wilayah Kota Bogor sebesar : 118 km2 = 118.500.000 m2 . Kita asumsikan 80% wilayah kota Bogor telah dimanfaatkan untuk bangunan dan fasilitas publik, maka volume air yang yang hilang akibat bangunan dan fasilitas publik adalah sebesar :
V lost = (0,8 x 118.500.000 m2) x 0,000125 m
V lost = 94.800 m2 x 0,000125 m
V lost = 11.850 m3
V lost = 11.850.000 liter
Jika Hujan terjadi selama 5 jam, maka volume air yang hilang adalah sebesar :
V lost = 11.850.000 liter/jam x 5 jam
V lost = 59.250.000 liter
Jika hujan terjadi selama 10 jam, maka volume air yang hilang adalah sebesar :
V lost = 11.850.000 liter/jam x 10 jam
V lost = 118.500.000 liter ~ 119.000.000 liter
Mungkin sebagian dari yang membaca hasil perhitungan diatas menganggap angka-angka diatas tidak terlalu signifikan, tetapi saya katakan bahwa angka-angka tersebut baru mencari volume air yang hilang akibat bangunan (rumah tinggal), selanjutnya akan saya munculkan besar nya volume air yang hilang akibat sarana public, dalam hal ini saya mengambil konstruksi jalan raya antara Bogor-Jakarta.
2. Kehilangan Air Akibat Konstruksi Jalan
(Gbr 2 : Potongan melintang Konstruksi Jalan dan Tampak Atas)
Diasumsikan Type jalan adalah : Arteri ; 2 Jalur 2 Arah
Lebar Jalan = 12,00 m
Panjang Badan Jalan ( Bogor-Jakarta ) = 88 km –> 88.000 m
Luas Badan Jalan = 88.000 m x 12 m
A = 1.056.000 m2
Jika Konstruksi jalan tersebut dibebani hujan dengan intensitas (I) = 180 mm/hr –> 0,000125 m/jam
I= 0,000125 m/jam. Berarti tinggi muka air akibat hujan selama 1 jam = 0,000125 m.
Volume air yang hilang (V lost) = 1.056.000 m2 x 0,000125 m
V lost = 132 m3
V lost = 132.000 liter
Jika hujan yang terjadi selama 10 jam, maka volume air yang hilang adalah sebesar :
–> V lost = 132.000 liter/jam x 10 jam
–> V lost = 1.320.000 liter
Direncanakan penggunaan sumur resapan untuk mengimbuhkan air hujan kedalam tanah, diasumsikan dimensi sumur resapan yang akan dipergunakan adalah : diamater (d) : 40 cm dan tinggi (h) : 100 cm.
Volume Sumur Resapan = (1/4 x phi x d^2) x h
Volume Sumur Resapan = (1/4 x 3,14 x 0,4^2) x 1
Vol’ Sumur = 0, 1256 m3 ~ 0,126 m3
Vol’ Sumur = 126 liter …………………………………………………………. Cara (1)
Cek dgn Rumus Volume Silinder –> V= phi x r^2 x h
Volume Sumur Resapan = 3,14 x 0,2^2 x 1
Vol’ Sumur = 0, 1256 m3 ~ 0,126 m3
Vol’ Sumur = 126 liter …………………………………………………………. Cara (2)
Kontrol –> Cara (1) dan Cara (2) hasilnya sama : 0,126 m3 = 126 liter –> Ok..!!
Jika volume hilang air hujan akibat perumahan dan akibat jalan dijumlahkan, maka total volume air hujan yang hilang akibat hujan selama 10 jam adalah sebesar :
V lost = (119.000.000 liter + 1.320.000 liter)
V lost = 120. 320.000 liter, jika dalam meter kubik (m3) –> V lost = 120.320 m3
Jumlah Sumur Resapan yang dibutuhkan sepanjang 88 km :
n = (120. 320.000 liter /126) / 88
n = 10.851,37 ~ 10.852 buah
Jika sumur resapan akan dipasang pada saluran drainase sisi kiri dan sisi kanan jalan, maka pada saluran drainase kiri dipasang 5.426 buah sumur resapan dan dibagian kanan juga 5.426 buah.
Jarak antar sumur resapan (s) = 88.000 m / 5.426 buah
s = 16, 22 ~ 16,20 meter
–> Jadi sumur resapan dipasang dengan jarak antar sumur (s) : 16,20 meter.
Saya sempat berhenti sejenak ketika melihat angka-angka diatas, Saya yakin anda mengerti maksud saya, hanya dengan durasi hujan 10 jam saja, volume air yang akan dilimpaskan ke Jakarta sudah sebesar : 120. 320.000 liter (120.320 m3) . Pertanyaan yang muncul di otak saya adalah :
- Bagaimana jika daerah-daerah tangkapan air hujan yang lain (selain Bogor) juga ikut “mengirimkan” air limpasan dengan volume yang (mungkin) lebih besar ke Jakarta..?
- Bagaimana jika volume air limpasan dari daerah-daerah tangkapan air hujan yang lain juga dimasukkan sebagai variabel dalam perencanaan sistem drainase sumur resapan part II ini..?
- Bagaimana jika hujan di daerah-daerah imbuhan/tangkapan air terjadi selama 1 hari penuh (24 jam)..? Bagaimana jika hujan terjadi selama 2 hari penuh (48 jam)..? Tentu Volume air yang akan “dikirim” Jakarta akan jauh lebih besar..
Tapi untuk menjawab 3 pertanyaan diatas tentu tidak sesederhana yang dibayangkan, butuh variabel-variabel data yang akurat dan proses perhitungan/perencanaan yang lebih kompleks tentunya..
Hasil dari perhitungan-perhitungan (perencanaan) diatas, selanjutnya di integrasikan dalam bentuk gambar seperti gambar dibawah ini :
Gbr3 : Konstruksi Jalan–Potongan melintang, tampak atas , penempatan sumur resapan dan dimensi)
Pada proses perencanaan diatas, saya menyebutkan kota Bogor sebagai daerah imbuhan (tangkapan) air hujan, dan Jakarta sebagai kota limpasan. Pertanyaan yang muncul dari hal tersebut adalah, apakah perencanaan diatas dapat dijadikan solusi mengatasi masalah banjir yang belakangan sering melanda kota Jakarta? Jawaban saya adalah : Kota Jakarta sendiri berhadapan dengan bahaya banjir akibat beban guyuran air hujan yang melanda kota tersebut. Selain itu, masalah lain kota Jakarta adalah kondisi tanah dan topografi daerah yang berbentuk cekungan. Untuk masalah ini, tentunya perencanaan diatas tidak dapat dipergunakan sebagai solusi..Apakah ada solusi yang lain..?? Yah tentu saja ada, karena solusi masalah berkaitan dengan hal-hal yang bersifat teknis..dan setiap insinyur dan perencana diarahkan dan dikondisikan untuk selalu bisa menyelesaikan masalah-masalah teknis.
Untuk masalah banjir di Jakarta yang diakibatkan karena topografi daerahnya yang berbentuk cekungan, solusi yang mungkin adalah sistem drainase pipa resapan atau dengan membuat sistem kanal banjir seperti yang sudah ada saat ini. Tetapi sistem kanal banjir juga harus didukung oleh perilaku masyarakat untuk tertib menjaga kebersihan lingkungan, yaitu tidak membuang sampah ke daerah kanal banjir yang aslinya diperuntukkan sebagai sistem drainase pencegah banjir.
Sementara perencanaan sistem drainase sumur resapan diatas dimaksudkan hanya untuk mengurangi volume air hujan kiriman dari daerah imbuhan seperti Bogor ke daerah limpasan seperti Jakarta, yang mana selama ini dianggap bahwa banjir di kota Jakarta terjadi akibat air hujan kiriman dari daerah-daerah tangkapan /imbuhan di kota-kota sekitarnya.
Diakhir tulisan ini, saya kembali menekankan bahwa angka-angka hasil perhitungan diatas bukanlah hasil yang absolut. Kenapa saya katakan demikian? karena variabel-variabel yang dipergunakan mungkin saja kurang lengkap dan dapat berubah. Seperti prosentase penggunaan lahan sebagai area imbuhan air hujan, dimensi jalan raya, intensitas hujan, durasi hujan, dimensi sumur resapan yang akan dipergunakan, ketelitian saat menghitung angka-angka (saya sendiri juga tidak yakin apa hitungan-hitungan diatas sudah teliti atau belum), dsb. Satu hal yang bisa saya pastikan pada anda semua adalah, variabel-variabel yang dipergunakan dalam proses perencanaan sistem drainase sumur resapan dapat saja berubah, dirubah, atau dimodifikasi.. Tetapi prinsip perencanaan nya adalah seperti yang sudah yang saya tunjukkan diatas.
..
architectaria.com | Arsitek, Desain Interior, General Contractor
Untuk Anda yang berada diwilayah JABODETABEK dan membutuhkan jasa arsitek, desain interior dan jasa kontraktor untuk membangun/merenovasi rumah, silahkan menghubungi kami melalui nomor: 081229400888, 087710400888, 021-83836281, atau 0251-9195383 (Bogor).
(Jika anda menganggap artikel ini bermanfaat, jika anda menikmati membaca artikel-artikel di web ini, anda dapat berlanggangan untuk membaca artikel ini melalui email. Silahkan klik DISINI jika anda ingin berlangganan membaca artikel dari architectaria.com melalui email).
Wah web anda ini benar2 creditable job…unbelievable.
Lucky saya bisa menemukan postingan anda, bukan hanya artikel diatas saja tapi artikel2 yg lainnya juga…top abiz dah.
Data-2 yg ditampilkan valid, tinggal menambahkan variablenya.. Excellent Job banget! Keren dan mencerahkan..
Mas itu gambar 3 nya kok saya lihat di koran sindo edisi hari ini tanggal 27 februari 2008, di halaman 30, Topiknya tentang Mendesain Rumah Tahan Banjir. Sudah di cek?
Hmm.. kok gitu yah? tuntut mas, minta tanggung jawab atau minimal klarifikasi 😉
Thx Infonya, saya cek n ricek dulu deh
bener2 dahsyAT neh web aq seneng neh bs ketemu web kayak gini,makasih ya kak
U welcome..
mas..kmaren sy ngopy artikel ini bwat tugas eko-perkotaan saya,,
makasih bgt y,,
Salam kenal, Pak.
Saya mau tanya, bagaimana cara menghitung kapasitas sumur resapan yg dibutuhkan utk bangunan lebih dr 3 lantai?
Apakah sama perhitungannya dengan yg ada diartikel ini?
Terima kasih.
pak coba perhitungan volume dikoreksi lagi..
Jawab:
Baik terima kasih koreksinya 😉
Biasanya seh yang bisa memberi koreksi tuh para pembaca/spectator. Solusi dari pak/mas majid mana dong? Kita kan pingin tau dimana letak kekurangannya? Tapi tulisan diatas kok notasi rumusnya agak aneh ya? maksudnya simbol “phi” nya menjadi “?” Apa karna tidak support penulisan symbol seperti di ms. word?
Jawab:
Iya nih, penulisan symbolnya rada susah, tidak seperti di ms. word. Thx 😉
Prinsip dan urutan perhitungannya sudah benar, tinggal ketelitian dalam memasukkan angka/datanya saja. Karena adakalanya dalam memasukkan angka-angka, antara tangan dan otak tidak singkron, terburu-buru, dsb. Hehehe.. Sharing ilmunya harus dihargai, good work architectaria.
Jawab:
Memang bagian yang paling sulit itu meneliti apakah variabel data/nilainya sudah dimasukan dengan benar. Rumus bisa sama, tp kalau nilainya beda, hasilnya juga akan berbeda. Trims advicenya.
Pak mohon bantuannya, saya sedang merencanakan sumur resapan di kawasan industri di daerah cikarang, tolong saya butuh informasi mengenai intensitas air hujan di area cikarang, bagaimana cara menghitungnya? atau adakah datanya ( diperoleh dari mana ), adakah yang bisa membantu saya? terima kasih
Jawab:
Kalau ingin data intensitas hujan tahunan diarea tersebut, coba cek ke Dinas PU atau BMG. Harusnya mereka memiliki data tersebut.
Tapi bapak juga bisa menghitungnya sendiri jika mau, cuma membutuhkan waktu.. Berikut langkah sederhananya:
Gunakan alat penakar berbentuk silinder, misalnya gelas ukur observatorium dengan luas penampang 100 cm2, dan tinggi gelas ukur (Tg): 120 cm.
–> Volume Gelas Ukur: (100 cm2 x 120 cm) = 12000 cm3 = 12 dm3 = 12 liter.
Asumsikan anda melakukan pengukuran curah hujan selama 1 hari, dan anda mendapatkan tinggi air yang ada didalam gelas ukur (Ta): 60 cm.
Tg = 120 cm , Ta = 60 cm –> Ta = 1/2 Tg
Tinggi air (Ta) = 0,50 x Tinggi gelas ukur (Tg) –> Volume Air Hujan = 0,50 x Volume Gelas Ukur
–> Volume air hujan selama 1 hari = 0,50 x 12000 cm3 = 6000 cm3
Tinggi Curah Hujan (Ch) = 6000 cm3/100 cm2 = 60 cm = 600 mm –> Ch : 600 mm dalam 1 hari
Intensitas Hujan (I) = 600 mm/(24 x 60) = 0.416 mm/jam ~ 0.42 mm/jam
Tapi lebih baik bapak menggunakan alat pengukur intensitas hujan yang otomatis (Ex: Hellman dan Tipping-bucket gauge) agar hasilnya lebih teliti, atau bapak bisa memintanya pada instansi terkait.
Demikian dari saya, semoga membantu..
Pak Aria, sebelum bertanya saya akan katakan bhw site anda ini sangat informatif sekali.
Pak Aria, kami ada rencana u mendirikan rumah di daerah Cipulir dgn LB 268m2, di atas tanah 27mX21,5m. Sekarang yg menjadi pertanyaan saya adalah: menurut bapak, manakah sistem pembuangan air rumah tangga yg terbaik; apakah dibuang ke got atau kembali diresapkan ke dalam tanah (dgn bak penampung, lalu ada bagian yg diberi ijuk, batu, dsb)? Bila jwbnnya adalah dibuang ke got, apakah nantinya air tanah tdk akan mengering, dsb? Bila jawabannya adalah diresapkan kmbli ke tanah, apakah tdk merusak air tanah mengingat deterjen pun akan terserap, dsb? Apakah alternatif terbaik yang dapat Bapak sarankan.
Terimakasih banyak.
Jawab:
Untuk saluran limbah rumah tangga bisa dibuat berbagai skema saluran air kotornya. Dalam skema pengolahan air limbah rumah tangga (sayang tidak bisa digambarkan melalui jawaban ini) urut2annya adalah sbb:
Floor drain (air dari KM, air sabun, dsb) –> Langsung dibuang ke Parit
Closet/WC –> Septic tank –> Sumur resapan –> Parit
Air bilasan dapur –> Bak kontrol –> Sumur resapan –> Parit
Air dari tritisan atap+Got –> Sumur resapan –> Parit
Silahkan bapak kombinasikan skema pengaturan air limbah tersebut, semoga jawaban saya membantu dan selamat membangun..
Salam sejahtera pak.. Saya punya pertanyaan mirip dengan pertanyaan bp. Dhani. Bagaimana mengukur kapasitas tampungan sumur resapan untuk bangunan 2 atau 3 lantai. Apakah cara/prinsip perhitungannya sama dengan cara menghitung spt artikel diatas?
Thanks n GBU
Jawab:
Salam sejahtera juga untuk anda Bp. Samuel
Yah, saya malah hampir lupa menanggapi pertanyaan Bp. Dhani klo tidak diingatkan oleh anda, My Bad..
Kalau kapasitas sumur resapan untuk bangunan 2 atau 3 lantai, prinsip perencanaannya mungkin sama seperti artikel diatas. Hanya ada beberapa perbedaan pada acuan perencanaannya.
Kalau perencaan sumur resapan pada artikel diatas itu kan acuannya adalah konstruksi jalan raya.. Berapa banyak jumlah air yang dilimpaskan percuma akibat konstruksi jalan raya. Nah klo bp. Samuel ingin menghitung kapasitas sumur resapan utk bangunan 2 s/d 3 lantai konsepnya bisa dirubah menjadi: berapa banyak jumlah air hasil sisa konsumsi penghuni gedung tersebut yang sebaiknya diresapkan dan tidak langsung dibuang secara percuma.
Tentunya bp. Samuel dan bp. Dhani harus mengumpulkan data atau sedikit meneliti jumlah konsumsi air pada bangunan 2~3 lantai tersebut. Sehingga perencanaan kapasitas sumur resapan airnya bisa mengakomodasi kebutuhan resapan air pada bangunan tersebut. Mungkin harus dipikirkan juga efek rembesan air didalam tanah akibat sumur resapan pada gedung (pondasi dan struktur bangunanya).
Saya pribadi bukanlah ahli rekayasa hidrolgi, kemampuan saya hanya terbatas pada hal2 tertentu.. Saya sarankan bapak untuk mengumpulkan informasi sebanyak2nya, karena segala informasi tersebut akan berguna.. dan mungkin suatu saat kita bisa berdiskusi lebih lanjut, saling berbagi pengetahuan soal sistem drainase sumur resapan dikawasan perumahan dan perkotaan.
Demikian dari saya, GBU
Pak Aria, terima kasih untuk jawaban yg diberikan. Ada hal yg masih saya belum mengerti, yaitu: mengapa air dari bilasan dapur dan tritisan atap+Got atau bahkan closet/wc yang masuk ke sumur resapan masih tetap dialirkan ke parit? Apakah ada alasan tertentu mengapa msh tetap dialirkan ke parit?
Jawab:
Kenapa saluran pembuangan air dari rumah setelah disalurkan kesumur resapan trus masih disalurkan ke parit? Karena kapasitas tampungan sumur resapan itu terbatas pak Fafa, pada waktu dan jumlah (volume) tertentu sumur resapan tersebut akan penuh.. sehingga air ataupun sisa air pemakaian rumah tangga akan disalurkan ke parit.
Parit itulah saluran drainase utama sebuah kawasan/perkotaan. Fungsi sumur resapan yg paling utama adalah menyerap dan menyimpan sebagian (sejumlah tertentu) cadangan air agar sumber daya air yang ada tidak seluruhnya dibuang dan dilimpaskan kedaerah limpasan..
sehingga ada 2 manfaat yg bisa didapat, yaitu: daerah kawasan (asal) air tidak kekurangan air tanah dan daerah limpasan tidak mendapat kiriman air dalam jumlah yang besar (krn jika limpasan air terlalu besar juga akan membawa masalah tersendiri seperti banjir).
Demikian dari saya, semoga membantu yah 😉
Good article Pak. Coba tolong bapak muat artikel tentang biopori, insyaallah bermanfaat.
saya ingin membuat sebuah sumur resapan mohan bantuan bapak tentang perkiraan biayanya serta bahan/matrial apa saja yang digunakan terima kasih atas bantuannya
Kalo yang dimaksud daerah aliran itu batasannya sampai mana?
Yth Kawan2 di Architectaria,
Saya tertarik membaca artikel anda ttg Sistem Drainase Sumur Resapan Part Two tgl 27 Nov 2007. Namun saya merasa mengganjal dari cara anda menghitung volume curah hujan. Untuk itu, saya ingin menanyakan hal-hal berikut ini, apakah saya yg salah, atau anda yg asumsinya berbeda?
1.intensitas curah hujan
Anda contohkan bahwa curah hujan per hari adalah 180 mm/hr.
Menurut saya contoh ini tidak sesuai kenyataan yg ada. Penjelasannya sbb: Menurut data BMG dan buku Dasar-dasar Eko Arsitektur karya Heinz Frick, Curah Hujan Rata-rata Kota Bogor per tahun adalah 3.749 mm/tahun.
Per Bulan berarti 3.749/12 = 312,417 mm.
Per Hari berarti 312,417/30 = 10,41 mm.
Per Jam berarti 10,41/24 = 0,4339 mm.
Karena Bogor merupakan kota dengan curah hujan tertinggi di Indonesia, maka contoh 180 mm/hr menurut saya terlalu tinggi.
Jakarta saja yg curah hujan tertingginya 457 mm/bulan, berarti 457/30= 15,23 mm/hari.
Curah hujan tertinggi di dunia adalah di Cherrapunji yakni 10.820mm/tahun, berarti per bulan = 901,67 mm, dan per hari = 30,06 mm.
Berdasar data di atas, berarti 180 mm/hr terlalu besar bukan?
Atau, cara saya membagi yg salah? Mohon koreksinya.
2.menghitung volume air hujan yg hilang
Bila intensitas curah hujan per hari 180 mm/hr (atau = 0,18 m/hr) dan luas tanah 150m2, maka:
Vol. air hujan yg hilang per hari = 0,18×150 = 27 m3.
Vol. air hujan yg hilang per jam = (0,18/24)x150 = 1,125 m3.
Cara menghitung ini berbeda dengan yg anda terapkan. Tolong masukan kalau saya salah.
3.menyamakan istilah volume dengan debit
Saat anda menyimpulkan bahwa V lost = 18,75 m3 = 18.750 lt, dan menyamakannya dengan Debit air yg hilang (Q) menjadi 18,75 m3/jam = 18.750 lt/jam, apakah ini dapat dibenarkan? Maksud saya, satuan volume bisakah disamakan dengan satuan Debit (kecepatan) yg memasukkan unsur satuan waktu?
Demikian tanggapan dan pertanyaan saya. Sebelumnya saya mohon maaf jika ada kesalahan, karena saya memang bukan orang yg ahli menghitung. Tapi saya hanya merasa janggal saja, memahami uraian penghitungan anda, yang berbeda dengan cara pandang saya. Mohon diluruskan.
Terima Kasih.
Oya, artikel-artikel anda sangat menarik, dan informatif. Semoga bisa jalan terus dan sukses selalu.
Djoko.
Hello Bp. Djoko..
Wah salut, masih ada juga yg “nyangkut” diartikel ini 🙂
Berikut saya mencoba menjawab beberapa pertanyaan dari bp. Djoko..
1. Untuk data intensitas curah hujan 180 mm/hr itu hanyalah data asumsi saja pak.
Satu2nya data yg benar dari artikel diatas adalah data panjang jalan antara jakarta-bogor (88 km). Idealnya sih data yg digunakan adalah data valid, tetapi berhubung artikel diatas hanyalah artikel “coret-iseng” yah datanya kebanyakan data asumsi dan permisalan.
Jadi sudah jelas data bp. Djoko yang benar karena mengacu pada data valid milik BMG 😉 .
2. Vol. air hujan yg hilang per hari = 0,18×150 = 27 m3.
Vol. air hujan yg hilang per jam = (0,18/24)x150 = 1,125 m3.
Bp. Djoko tidak salah, kesalahan justru ada pada artikel yg saya buat karena saya masih mengalikan 24 dengan 60. Seharusnya tidak perlu dikalikan dgn 60 krn yg ingin dicari adalah intensitas perjam.
3. Jelas satuan volume berbeda dengan debit. Dan saya juga tidak menyamakan volume air dengan debit air..
V lost = 18,75 m3
V lost = 18.750 liter –> Debit air (Q) yang hilang = 18,75 m3/jam = 18.750 liter/jam
maksud dari tulisan dan angka diatas adalah: jumlah air yg hilang jika hujan terjadi selama 1 jam.
Sebenarnya kata-kata “Debit” yang berdekatan dengan kata “Volume” sebagian sudah saya hapus bersamaan dengan ketika saya mengkoreksi symbol “phi”.. karena akan menimbulkan perbedaan pengertian, seperti yang sudah bp. Djoko koreksi di no. 3.
Anyway, terima kasih sudah mampir di artikel “tua” ini dan bersedia meninggalakan comentar dan koreksi yg berharga..
Salam sukses kembali buat bp. Djoko.
Dear Pak Djoko,
Mohon klarifikasi mengenai curah hujan untuk area Jakarta 547 mm/bln, berarti 5.484 mm/thn, angka ini lebih besar adri kota Bogor, mohon koreksi apabila data ini valid.
Dan mohon saya bisa diinformasikan untuk curah hujan di daerah Cikarang serta Tangerang.
Terima kasih atas perhatiannya
Regards
sapto
mo nanya pak bs nggak suuumur resapan u penanggulangan aliran air dari pegunungan???
thanks jawabannya 🙂
Jawab:
Cara paling wise untuk menanggulangi air pegunungan adalah dengan vegetasi… jangan gunduli hutannya.
kenapa nggak bikin sumur resapan dengan dimensi sesuai yang ditangkap oleh atap saja, sedangkan yang sudah menjadi aliran di permukaan tanah dibiarkan mengalir ke bawah??
juga mau nyoba sawab pertanyaan riirin, pakai sumur resapan sebenernya juga bisa kalo cuma untuk mengurangi runoff / aliran permukaan di lereng, tapi emang bagusnya ya pakai hutan..
Mas Aria terimakasih info sumur resapan.
Rasanya belum dijelaskan sumur resapan itu diisi apa saja?
Terimakasih sekali lagi.
Salam.
Jakarta 31 Juli 2009.
Salut…………….Semoga tetep Produktif!!!!
Top banget artikel2nya………
Salut untuk postingannya… kebetulan sdh 2 thn ini saya mendapat tugas dari Pemda Sleman untuk membuat Master PLan Drainase Perkotaan, dan saya menerapkan sistem drainase yang berwawasan lingkungan dengan penanganan di lahan fdan di alur. Salah satu yang saya terapkan adalah pembuatan sumur resapan dan alur drainase yang ramah lingkungan….. memang sedikit lebih repot ketika harus mengkonstruksi alur drainase tersebut apalagi jika dikaitkan dengan operasi dan pemeliharaannya.
tapi kerepotan tersebut akan terbayar dengan akibat positifnya (meskipun perlu kesabaran untuk melihat hasilnya)
luar biasa, salut…!!
Trims bwt sharing-ny.
thx… web anda udah banyak bantu saya bikin tugas2 skul…
terus kembangkan dengan data2 yang valid!!
mas, rumus dan data anda kurang pas. Yang anda sampaikan adalah rumus tampungan air, bukan rumus dimensi sumur/parit resapan. Anda tidak memperhatikan koefisien limpasan, koefisien permeabilitas, rumus intensitas hujan, durasi efektif hujan dan faktor geometrik sumur/parit. Hukum yang dipakai adalah hukum kontinuitas dengan sifat aliran unsteady flow. Maksud anda sih baik supaya masyarakat menjadi sadar arti pentingnya membuat sumur resapan, tetapi kalo caranya kurang tepat seperti itu akan menghasilkan dimensi yang luar biasa tidak efisien dan tidak ekonomis sehingga masyarakat menjadi enggan untuk membuatnya dan menjadikannya kontraproduktif. Walaupun rumus SNI 03-2453-2002 kurang tepat juga, tetapi masih mending jika anda merekomendasikan rumus SNI tersebut kepada orang – orang yang bertanya kepada anda daripada menggunakan rumus anda sendiri.
Terus semangat ya. Lebih teliti lagi. Indonesia butuh semangat seperti anda!
…
Jawab:
Baik terima kasih koreksinya, betul sekali pak.. volume tampungan air nya membuat biaya konstruksi menjadi tidak efisien. Solusi terbaik (meski kurang pas juga menurut Anda) dengan menggunakan rumus SNI 03-2453-2002.
Thanks for share 🙂
assLklm
bagaimana sistem perhitungan volume drainase dua (2) jalur(Persimpangan)
contoh :pada jarak 1 – 300 meter pertama jaringan drainase nya berada pada satu jalur kemudian pada titik 300 meter sistem drainese dibelah pada dua jalur, apakah pada salah satu dua jalur tersebut volume drainase nya ada yang diperkecil atau tidak?.pada kasus ini terjadi pada satu ibukota kecamatan yang di keliling bukit yang semua limpasan airnya tertuju pada ibukota tsb.gimana baiknya sistem drainase yang direncanakan?
untuk diketahui saya seorang pemula dan belum semua tahu tentang sistem drainase.
TRIMS
Salam, trima kasih infonya. maaf mau tanya, u hitung intensitas air hujan dr mm/hr ke m/jam kok dbagi 24×60? 1hr 24jam 1jam 60 menit. kalo dbagi 60 apa satuannya tdk menjadi mm/menit?
Maksud sy satuan I jadi m/menit?
keren pak,,
pak punya referensi drainase daerah pemukiman pinggir pantai gak??
@Diana,
Thanks for comment.. Maaf kami tidak punya referensi drainase pinggir pantai seperti yang mbak maksud.
Regards,
Aria